Catatan: Ir Jonathan Tarigan
Ah, macam betul saja. Entahlah, kita ini suka latah kalau memberikan pernyataan, misalnya tentang sebuah destinasi wisata.
Pemerintah memang mencanangkan membangun 10 destinasi pariwisata prioritas yang juga disebut membangun 10 “Bali baru”.
Barusan usai “Sail Nias” seseorang bilang, kita akan bikin Nias sebagai destinasi wisata kelas dunia.
Sebelumnya juga banyak orang bermimpi untuk menciptakan wisata Danau Toba menjadi destinasi wisata berkelas dunia.
Kalau ditanya wisata berkelas dunia itu seperti apa? Dipastikan yang bicara itu tak tahu apa itu destinasi wisata kelas dunia.
Baiklah kalau tidak tahu ya enggak apa-apa.Tapi mari kita cermati seperti apa itu wisata kelas dunia yang digembar gemborkan itu. Tentu kita tidak bisa memperbandingkan wisata danau dengan wisata bahari. Kita tidak bisa membandingkan wisata gunungapi dengan ekowisata misalnya, atau wisata budaya dengan wisata ciak-ciak (kuliner maksudnya), ngopi-ngopi.
Kembali ke Sail Nias 2019 yang baru usai. Kalau mau bikin Nias menjadi wisata berkelas dunia , harus ditanya bahagian yang mananya, wisata bahari nya kah atau wisata budaya nya ?
Kalau ingin bikin Nias menjadi wisata bahari berkelas dunia , tolong dicermati wisata bahari (marine tourism) kelas dunia ke Caribia, Bora-bora atau Maladewa.
Nah kalau mau bikin Nias berkelas dunia di wisata budaya nya sila cermati wisata budaya kelas dunia ke Melaka.
Kalau mau biking Danau Toba menjadi wisata danau berkelas dunia, sila belajar ke destinasi wisata danau berkelas dunia Danau Annecy di Perancis, destinasi wisata yang mereka klaim sebagai danau ter-indah, danau ter-bersih, danau ter-nyaman, danau ter-aman. Di sini mana lah ada ada konflik seperti di Sigapiton itu. Kalau mau bikin destinasi ekowisata berkelas dunia belajarlah ke top nya ekowisata di Costa Rica.
Ya supaya kita tidak asal bicara. Nanti orang bilang, “ah kayak botul sazo, bongak kau nya itu “.
Penulis adalah Ahli Geologi pemerhati Pariwisata dan Sejarah