asarpua.com

Cabuli Keponakan Divonis 5 Tahun, Freddy Simangunsong Dieksekusi Kejari Labuhanbatu

Petugas Kejari Labuhanbatu menangkap dan mengeksekusi terpidana cabul terhadap keponakan, Freddy Simangunsong, ke Lapas Rantauprapat, Selasa (13/12/2024). (Foto. Dok/Kejari_Labuhanbatu)

ASARPUA.com – Labuhanbatu – Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu mengeksekusi Freddy Simangunsong, terpidana cabul terhadap keponakan sendiri yang divonis pidana penjara selama 5 tahun oleh Mahkamah Agung. Freddy Simangunsong ditangkap dari rumah kontrakannya di Perumahan DL Sitorus, Jalan Sisingamangaraja Rantauprapat.

“Pada hari Selasa, 12 November 2024, sekira pukul 12.20 WIB, Tim Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Labuhanbatu telah melakukan eksekusi putusan terhadap terpidana Dr (HC) H Freddy Simangunsong, MBA, atas putusan Mahkamah Agung, Nomor: 6277 K/Pid.Sus/2024, tanggal 10 Oktober 2024,” kata Kajari Labuhanbatu Dr Marlambson Carel Williams melalui Kepala Seksi Intelijen, Memed Rahmad Sugama Siregar SH dalam siaran persnya, Rabu (13/11/2024).

Kasi Intel menyebut terpidana Freddy Simangunsong diamankan dari satu rumah kontrakan di Perumahan DL Sitorus, Jalinsum Jalan Sisingamangaraja Rantauprapat, Kelurahan Ujungbandar, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhanbatu, kemudian dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-A Rantauprapat, Selasa 12 November 2024, sekira pukul 12.20 WIB.

“Eksekusi dilakukan untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung yang menyatakan Freddy Simangunsong terbukti melakukan tindak pidana perbuatan cabul terhadap orang (korban) yang mempunyai hubungan keluarga,” sebutnya.

Memed memaparkan, dalam amar putusan MA menyatakan Freddy Simangunsong telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan perbuatan cabul yang dilakukan oleh wali atau orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Pertama Primer, pasal 82 ayat (2), juncto pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan,” ungkapnya.

MA kemudian menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp2.500 (dua ribu lima ratus rupiah).

Kemudian, menetapkan barang bukti handphone merek Vivo 1938 warna biru muda dengan Imei 1 869701046826353 dan Imei 2 869701046826246 dengan nomor SIM card 1 082160028256 dan SIM card 2 085361307528 milik Elvira Rossa Nasution alias Wak Ira dikembalikan kepada saksi, Elvira Rossa Nasution.

Barang bukti kain sarung petak-petak warna hijau dan kuning merek Wadimor, dan 1 kasur busa ukuran 1×2 meter warna merah motif bunga hitam putih, dirampas untuk dimusnahkan. Sedangkan barang bukti 1 daster berkerah warna kuning tanpa lengan dengan corak daun, dikembalikan kepada korban.

Putusan tersebut diputuskan dalam rapat musyawarah majelis hakim kasasi MA, Kamis 10 Oktober 2024 oleh Dr Desnayeti SH MH, Hakim Agung sebagai ketua majelis, Dr H Achmad Setyo Pudjoharsoyo SH MHum dan Yohanes Priyana SH MH, hakim-hakim agung sebagai hakim-hakim anggota.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim MA mengabulkan permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum Kejari Labuhanbatu. Putusan tersebut juga membatalkan putusan PN Rantauprapat nomor 1021/Pid.Sus/2023/PN Rap tanggal 25 April 2024 yang membebaskan terdakwa Freddy Simangunsong dari dakwaan dan tuntutan jaksa.

Dalam putusan PN Rantauprapat nomor 1021/Pid.Sus/2023/PN Rap tanggal 25 April 2024, majelis hakim, Muhammad Alqudri SH (ketua majelis), Khairu Rizki SH dan Bob Sadiwijaya SH MH (hakim-hakim anggota) menyatakan terdakwa Freddy Simangunsong tidak terbukti melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan cabul, sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum dalam dakwaan pertama primer. Menurut majelis hakim saat itu, Freddy Simangunsong sebagai korban politik.

Atas putusan majelis hakim PN Rantauprapat, penuntut umum yang menuntut agar terdakwa dihukum 13 tahun penjara, mengajukan kasasi ke MA dengan akte permohonan kasasi, nomor 119/Akta.Pid/2024/PN Rap, juncto nomor 1021/Pid.Sus/2023/PN Rap, tanggal 7 Mei 2024.

Perkara cabul tersebut bergulir dari Polda Sumut. Freddy ditangkap di Rantauprapat pada 31 Agustus 2023, setelah Polres Labuhanbatu menerima laporan ibu korban, Wak Ira, 16 Agustus 2023.

Peristiwa dugaan pencabulan itu disebut terjadi pada 5 Juli 2023 dini hari. Kemudian ibu korban didampingi pengacara dan pihak Lembaga Perlindungan Anak melaporkan pelaku ke Polres Labuhanbatu, setelah menerima keluhan dari putrinya yang tinggal bersama pelaku di rumah kontrakan bersama istri muda di Rantauprapat.

“Selama proses pelaksanaan eksekusi, Freddy Simangunsong bersikap kooperatif dan langsung dimasukkan ke mobil lalu dibawa ke Kantor Kejaksaan Negeri Labuhanbatu untuk pemeriksaan kesehatan. Setelah dinyatakan sehat oleh Tim Dokter RSUD Rantauprapat, sekira pukul 2 siang, Freddy Simangunsong, langsung dibawa oleh Tim JPU ke Lapas Rantauprapat untuk menjalani pidana penjara, sebagaimana putusan Mahkamah Agung,” jelas Memed. (Asarpua)

Related News

Peringati HKG PKK 2024, Plt Bupati Labuhanbatu Ajak Kader Evaluasi Kekurangan

Plt Bupati Labuhanbatu Pastikan Seleksi Calon PPPK 2024 Bebas Pungli

Ellya Rosa Siregar Buka Puasa Bersama Polres Labuhanbatu