Catatan: Ir Jonathan Tarigan
Setelah gugurnya Letnan Abdul Kadir Saragih dkk pada pertempuran di Mardinding Kab.Karo pada 28 Desember 1948 , seluruh pasukan dari Resimen IV Div.X turun dari Markas Komando Resimen di Kutacane ke Tanah Karo.
Untuk menghempang serangan tentara kolonialis Belanda dalam rangka ekspansi agresi militernya, pasukan-pasukan dari gerilyawan pejuang itu dibawah kepemimpinan Letnan Selamat Ginting Djadibata (terakhir berpanÄ£kat Brigadir Jenderal TNI mantan Direktur Pusri Palembang). Pejuang dari Desa Juhar Kabupaten Karo ini memasang berbagai jenis ranjau di jalur jalan Lau Baleng – Mardinding. Ranjau-ranjau itu untuk menghancurkan konvoi tentara kolonialis Belanda.
Ada ranjau yang disebut “Baby Trap”, ini ranjau khusus yang ditanam di bawah tanah pada jalur jalan untuk meledakkan tank ataupun panser tentara kolonialis Belanda, ada ranjau darat “Landmijn”, ada ranjau tarik.
Selain itu kelompok-kelompok penembak jitu mengintai tentara kolonialis Belanda di jalur itu yang membuat jalur-jalan itu menjadi “Jalur Maut” atau “Dead Road” bagi tentara kolonialis Belanda.
Kisah ini kuterima kemarin siang Senin 17 September 2019 dari pelaku sejarah Mayor Sembiring Ketua LVRI Kota Medan di Kantor LVRI Kota Medan Jalan Gatot Subroto sebaris dengan Markas Kodam I/BB, dalam rangka menyusun narasi Napak Tilas Karo Area untuk penghormatan terhadap para pahlawan pada Hari Pahlawan November 2019.
Dalam sejarahnya, beberapa panser tentara kolonialis Belanda berhasil digagalkan serangannya dan jatuh ke tangan gerilyawan pejuang seperti.
Penulis adalah Ahli Geologi yang juga pemerhati Pariwisata & Sejarah