ASARPUA.com – Selama 10 tahun terakhir tepatnya sejak tahun 2009 hingga tahun 2019 kerugian masyarakat akibat investasi ilegal atau bodong mencapai Rp88,8 triliun.
Hal itu ditegaskan Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L Tobing pada acara “Sosialisasi Waspada Investasi Ilegal” di Cambridge Hotel Medan, Kamis (05/09/2019).
Selain Tongam, pembicara lainnya Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) M Syist.
Hadir pada sosialisasi tersebut Kepala OJK Regional 5 Sumbagut Yusup Ansori, Direktur Pengawasan LJK OJK KR 5 Anthonius Ginting dan Deputi Direktur Pengawasan LJK dan Perizinan OJK KR 5 Anton Purba dengan peserta dari kalangan lembaga terkait.
Tongam menegaskan investasi bodong itu bisa dalam berbagai bentuk seperti koperasi, travel umroh dan sebagainya. Meski di Sumut belum terindikasi ada, namun Sumut rentan terhadap tempat penipuan dari Malaysia.
Karakteristik investasi bodong yang perlu diketahui masyarakat antara lain menjanjikan keuntungan yang tidak wajar dalam waktu cepat, tak ada izin.
Akibatnya, pelaku investasi bodong tidak perlu sekolah tinggi seperti tukang bubur (Cakra Buana) yang menawarkan investasi dengan keuntungan 5 persen per bulan. Ada lagi seperti First Travel umroh yang hanya bayar Rp 8,8 juta.
Untuk sistem keuntungan 1 persen per hari atau 30 persen per bulan, mula-mula berjalan lancar apalagi peserta makin banyak, tapi ketika peserta sudah menyusut, tak mampu lagi membayar keuntungan peserta.
“Kegiatan apa yang bisa dilakukan dengan keuntungan 30 persen per bulan tanpa perlu kerja keras,” kata Tongam.
Menurut Tongam, penyebab utama maraknya investasi bodong karena masyarakat ingin cepat kaya seakan tidak mensyukuri rejeki yang sudah ada. Masyarakat belum paham investasi, pelaku selalu menggunakan tokoh masyarakat, pejabat sampai selebriti untuk meyakinkan para calon nasabahnya.
Tongam menyebut pihaknya juga sudah meminta menghentikan kegiatan 1.230 fintech ilegal yang tidak ada izinnya sama sekali dari OJK. Kini hanya 127 saja fintech yang legal, resmi dan kegiatannya mendapat izin serta dipantau OJK. “Pinjaman online ini sangat membahayakan kalau dia ilegal,” ujarnya.
Untuk itu, dia mengimbau masyarakat kalau mau berinvestasi kenali dulu 2 L yakni Legal dan Logis. Untuk pinjaman, pinjamlah di fintech yang legal, pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan bayar.
Sebelumnya, Kepala OJK Regional 5 Sumbagut Yusup Ansori yang juga selaku Ketua Tim Kerja Satgas Waspada Investasi Daerah Provinsi Sumatera Utara mengatakan tingkat kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam rangka investasi semakin meningkat.
Namun demikian peningkatan tingkat kesadaran dan kemampuan investasi tersebut tidak diimbangi dengan tingkat literasi di bidang keuangan serta kemampuan teknologi.
“Masih banyak masyarakat menjadi rentan untuk dijadikan objek penipuan, kondisi demikian sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Yusup menyebut dengan menawarkan jasa atau produk keuangan atau jenis investasi yang menjanjikan keuntungan yang tinggi, tidak jarang pula praktek praktek investasi tersebut juga dimanfaatkan atau juga memanfaatkan figur-figur yang cukup dikenal masyarakat dengan menggunakan ragam media.
Maraknya penawaran investasi ilegal inilah menjadi alasan perlunya pencegahan dan penanganan yang efektif untuk setiap dugaan tindak pidana di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi sehingga tidak menimbulkan korban dan materi yang lebih banyak lagi.
Kepala Biro perundang-undangan dan Penindakan Bappebti, M Syist mengatakan kegunaan sosialisasi yang digelar OJK adalah agar masyarakat perlu berhati-hati terhadap penawaran produk, investasi dan kegiatan usaha di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK).
“Izin usaha wajib melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). penawaran yang dapat merugikan masyarakat masih marak terjadi saat ini,” ujarnya.
Perusahaan harus memiliki izin untuk menawarkan produk investasi kepada masyarakat. Aktivitas dari para entitas yang tidak memiliki izin maupun persetujuan dari Bappebti masih salah dipantau.
“Pengaduan masyarakat juga menjadi bahan penelitian seperti dalam aktivitas seminar edukasi dengan menjanjikan keuntungan investasi yang tinggi, pendapatan tetap, maupun bagi hasil untuk menarik calon nasabah,” katanya.
Untuk mencegah berlangsungnya kegiatan usaha ilegal di bidang PBK tersebut, Bappebti memiliki wewenang untuk mewajibkan setiap pihak menghentikan kegiatan usaha yang tidak memiliki izin usaha dari Bappebti.(as-14)