asarpua.com, Medan – Sidang lanjutan kasus sengketa lahan yang melibatkan terdakwa Tamin Sukardi akan digelar Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (04/05/2018) dalam agenda menghadirkan saksi ahli.
Sidang yang digelar majelis hakim diketuai Wahyu Prasetio Wibowo, SH, MH dengan anggota Sontan Marauke Sinaga, SH, MH dan Meri Ourba, SH, MH, yang juga dihadiri tim penasehat hukum terdakwa Tamin Sukardi dari Advokad Suhardi, SH dan kawan-kawan.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Salman dari
Kejaksaaan Agung telah menghadirkan sejumlah saksi-saksi, baik dari PTPN 2 maupun dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatera Utara.
Dari kesaksian, pihak PTPN 2 sebelumnya dihadirkan adalah direktur operasional Marisi Butar-butar dan Kabag Hukum Kenedy. Dalam kesaksian sebelumnya tanah seluas 106 dari 5873 hektar yang berlokasi di Pasar IV Desa Helvetia sejak 2002 sudah habis HGUnya dan tidak diperpanjang lagi. Bahkan 2011 tanah seluas 74 dari 106 hektar tersebut sudah dieksekusi dan diserahkan kepada 65 warga selaku pemiliknya.
Marisi mengungkapkan PTPN 2 sudah menghapus bukukan tanah
tersebut dari aset,setelah minta legal opini dari Kejatisu dan
Pengadilan Tinggi (PT) dan BPKP. Hanya saja tanah tersebut belum
dicoret dari neraca aktiva karena masih menunggu izin Menteri BUMN selaku pemegang saham. Menurut Marisi seharusnya tanah tersebut dikembalikan ke negara. Namun sampai saat ini PTPN2 belum merealisasikannya karena menunggu persetujuan pemegang saham.
Sementara sidang yang di gelar Senin 28 Mei 2018 kemarin menghadirkan 4 orang saksi dari Badan pertanahan nasional (BPN) Sumatera Utara. Jaksa Penuntut Umum(JPU) menghadirkan saksi yang diantaranya adalah
pejabat di Kanwil BPN Sumut yang memiliki legalitas untuk memberikan keterangan sebagai saksi yang melibatkan kasus dugaan penjualan asset sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umumtersebut.
Dalam kesaksian para saksi hanya memberikan keterang tentang surat keputusan pemerintah RI dan HGU yang tidak diperpanjang. Penjelasan para saksi juga berputar-putar tentang hasil nasionalisasi persuahaan dan tim B Pulus. Namun saksi tidak bersedia memberikan keterangan
secara rinci tentang kepentingan RUTR yang disediakan Pemerintah
provinsi Sumatera Utara dan kabupaten Deliserdang terkait pelepasan HGU 5872 Ha.
Sewaktu hakim mempertnyakan tentang kepentingan RUTR yang disedian untuk siapa danmengapa masyarakat tidak diberikan ijin ketika diajukan kepengurusannya. Saksi hanya terdian dan tidak dapat menjawab secara rinci. Begitu juga ketika salah seorang penasehat hukum terdakwa menyampaikan pertanyaan juga tidak dapat dijawab secara sempurna.
Akibatnya, penasehat hukum terdakwa dari Suhardi Dan kawan-kawan menjadi berang, sehingga meminta agar para saksi selaku pejabat yang berwenang soal tanah lebih banyak belajar. “Jangan hanya mengeluarkan surat-surat tapi tidap dapat mengusai persoalan secara hukum terangnya.
Saksi hanya menjelaskan tentang pelepasan HGU seluas 5872 Ha, namun ketika dipertanyanakan apakah tanah yang menjadi seketa seluas 74 Ha itu termasuk dalam HGU yang dilepas, Tanya hakim. Saksi juga tidak mengetahui, apakah tanah itu masuk dalam HGU yang tidak diperpanjang.
“Saksi tidak tahu pak hakim, katan salah seorang saksi, sebab
mebnurutnya hanya mengetahui pelepasan HGU berdasarkan RUTR dan tuntutan masyarakat. Namun hanya lebih besar berdasarkan RUTR, kata dia. (as-01)