asarpua.com

Anggota DPRD: Ada Pijat, SPA dan Prostitusi Terselubung di Medan

ASARPUA.com – Medan – Panti pijat yang ada di Medan mayoritas telah berubah fungsi menjadi tempat prostitusi terselubung.Hal ini ditegaskan Anggota Komisi C DPRD Medan, Jangga Siregar saat rapat bersama sejumlah perwakilan tempat hiburan di gedung DPRD Medan, Selasa (29/01/2019).

“Berdasarkan daftar dari Dinas Pariwisata jumlah spa dan panti pijat di Medan mencapai 300. Itu menjadi terbanyak di Indonesia, jadi Medan bisa dijuluki kota spa,” jelas Jangga Siregar.

Hasil kunjungan ke daerah beberapa waktu lalu, jumlah panti pijat atau spa di Bandung serta Surabaya hanya berkisar 100. “Di Medan jumlah 300 itu yang terdaftar, belum lagi yang tidak. Banyak kita cek di lapangan yang belum terdaftar,” jelasnya.

Berdasarkan pengalamannya sidak inspensi mendadak(sidak) beberapa waktu lalu di sejumlah tempat hiburan atau spa, tawaran prostitusi itu bahkan dilakukan ketika dipintu masuk.”Di BAS, itu tawaran esek-esek disampaikan ketika berhadapan dengan customer servisnya, terang-terangan disampaikan. Ada beberapa tempat lain juga seperti itu, saat sidak itu kita temukan,” ungkap Jangga Siregar.

Namun ZS, perwakilan manajemen BAS membantah tudingan tersebut. Menurutnya, tempat usahanya tidak seperti yang disampaikan oleh anggota dewan.”Tidak seperti itu, tidak ada prostitusi d tempat kami. Pegawai yang kemarin menawarkan seperti itu sudah dipecat,” paparnya.

Menurut Jangga Siregar, jumlah tersebut masih mungkin bertambah lagi. Sebab, 300 panti pijat dan spa itu yang terdaftar dan memiliki izin. Sedangkan, yang tidak memiliki izin belum terdata. “Kita prediksi masih banyak panti pijat dan spa yang belum terdaftar. Kalau dibandingkan dengan Surabaya dan dan Bandung disana jumlahnya seratusan, makanya dengan jumlah 300 an, Medan bisa dijuluki sebagai kota spa,” paparnya.

Dalam kesempatan itu, Lian Sitanggang, perwakilan Grand Diamond Spa menyebut besaran tarif pajak sebesar 30 % bagi panti pijat atau tempat hiburan dikeluhkan para pengusaha. Tarif tersebut dianggapnya terlalu besar dan bisa mengurangi jumlah pengunjung.

“Kalau boleh dibilang 30 % tarif pajak hiburan terlalu besar. Karena pajak itu oleh pengusaha dibebankan kepada pelanggan, secara tidak langsung mengurangi jumlah pelanggan yang datang karena akan berpengaruh terhadap harga,” ujarnya

Selain itu dia juga mengeluhkan adanya pemasangan tapping box oleh Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD). Sebab, ia menyebut keberadaan tapping box itu mempengaruhi perhitungan pajak yang selama ini menggunakan metode self assesment. Belum lagi, tidak semua tempat hiburan, panti pijat ataupun spa yang dipasangi tapping box.

“Kalau mau adil dipasangi semua tempat hiburan, kan ini tidak,” jelasnya.
Ketua Komisi C DPRD Medan, Boydo HK Panjaitan menyarankan agar pengusaha tempat hiburan membuat asosiasi. Sehingga ketika ada usulan atau keberatan tentang regulasi bisa disampaikan melalui asoisasi secara resmi.

“Misalkan tarif pajak 30 % terlalu besar, bisa diajukan ke DPRD untuk penurunan. Kami pun bisa menggunakan hak inisiatif untuk merevisi aturan yang ada termasuk tentang jam operasional,” ungkap Politikus PDIP ini. (as-01)

Related News

Anggota DPRD Medan Minta Bekas Korekan Proyek Agar di Rapikan

Redaksi

Antonius Tumanggor: “Hindari Kebocoran PAD, Maksimalkan Pengawasan SIMB”

Redaksi

Sudari ST: Pemko Medan Disarankan Bekerja Profesional, Distribusi Beras Tepat Sasaran

Redaksi