ASARPUA.com – Jakarta -Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan memecat Komisioner KPU Evi Novida Ginting. Evi tak terima, dia melawan.
Dirangkum detikcom, Kamis (19/03/2020) dan Jumat (20/03/2020), Evi digugat anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat Hendri Makaluasc dengan nomor perkara 317-PKE-DKPP/X/2019. Dalam gugatannya, Hendri, yang merupakan caleg nomor urut 1, menyebut terjadi penggelembungan suara di 19 desa pada Dapil Kalimantan Barat 6. Penggelembungan suara ini terjadi pada perolehan suara caleg nomor urut 7, Hendri Ramapon.
Kemudian KPU Sanggau disebut telah melakukan koreksi terhadap formulir model DB1 DPRD Kabupaten Sanggau. Perolehan Hendri Makaluasc adalah 2.492 suara menjadi 2.551 suara dan perolehan suara Cok Hendri Ramapon semula 6.378 suara menjadi 3.964 suara. Koreksi ini juga disebut telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Atas hal tersebut, Hendri Makaluasc mengaku telah menyampaikan permohonan keberatan atas tindakan KPU Provinsi Kalimantan Barat. Namun, hal ini tidak mendapatkan balasan dari KPU RI. Selanjutnya, Bawaslu juga disebut telah memberikan putusan berkaitan dengan perubahan tersebut. Namun KPU RI disebut justru meminta KPU Provinsi Kalimantan Barat tidak melaksanakan putusan Bawaslu terkait perubahan perolehan suara.Namun disebutkan KPU Provinsi Kalimantan Barat tidak mau melakukan perbaikan terhadap perolehan suara Cok Hendri Ramapon. Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan disebut hanya mengubah jumlah perolehan suara Hendri Makaluasc di Kabupaten Sanggau tanpa mengubah atau menurunkan perolehan suara Cok Hendri Ramapon.
Atas hal tersebut, DKPP menilai kinerja Evi tidak menunjukkan perubahan yang baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Terlebih, menurutnya, divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu yang mana Evi sebagai koordinatornya, tidak menjamin terlayani dan terlindunginya hak konstitusi warga. Evi diputuskan melanggar etik terkait kasus perolehan suara calon legislatif (caleg) Partai Gerindra Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat 6 itu.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan,” ujar DKPP dalam putusannya, Rabu (18/03/2020).
Evi secara tegas menentang putusan DKPP ini.
Mengaku kaget, Evi tidak terima dipecat DKPP. Selain memecat Evi, DKPP memberikan kartu kuning kedua bagi semua anggota KPU dalam kasus itu.
Menurut Evi, putusan DKPP cacat hukum. Pertama, pengadu, yaitu Hendri, telah mencabut permohonannya ke DKPPP. Namun DKPP tetap melanjutkan persidangan tersebut.
“DKPP tidak bisa memeriksa pemeriksaan etik secara pasif. Pencabutan pengaduan menjadikan DKPP tidak mempunyai dasar melakukan pengadilan etik. DKPP sudah melampaui kewenangan UU sebagai lembaga peradilan etik yang pasif,” kata Evi dalam jumpa pers yang juga disiarkan secara online, Kamis (19/03/2020).
Alasan lainnya, sengketa perolehan suara Hendri sudah diselesaikan lewat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh sebab itu, KPU tinggal melaksanakan tanpa memberikan tafsir ulang atas putusan MK itu.
“Putusan MK memiliki kekuatan hukum mengikat. KPU RI tidak berwenang menafsirkan, hanya melaksanakan apa adanya,” beber Evi.
Cacat putusan KPU yang dinilai fatal adalah keputusan itu diambil oleh 4 orang anggota KPU. Padahal seharusnya dilakukan oleh majelis ganjil/lima orang.
Karena merasa benar, Evi akan melakukan langkah-langkah hukum melawan putusan DKPP itu. Sebab, ia tidak ingin apa yang dialaminya akan juga dialami oleh penyelenggara pemilu lain di berbagai daerah.
“Saya akan mengajukan gugatan pembatalan putusan DKPP agar membatalkan tersebut,” kata Evi. (as-detikcom)